Di rumah saat ini, ada dua orang yang berkepala botak. Saya dan si kecil Shafiyyah yang berusia 4,5 bulan. Penggundulan rambut ini dimulai saat bos menyuruh saya BKO di Ranting Leok. Sebenarnya, nggak ada hubungan antara botak dan BKO di Ranting.
Bukan apa-apa, sebenarnya soal penampilan (apalagi rambut) saya agak kurang pede. Jadi, kalau nyisir rambut saya harus lihat di cermin. Kalo gak lihat di cermin, saya bakalan gak pede abis.
Nah, berhubung di kamar kos tidak ada cermin (dan saya juga gak ada niat untuk membelinya) saya memutuskan memotong pendek rambut saya. Sekarang, sudah hampir 6 bulan saya tidak menyentuh sisir.
Sebenarnya, ada cerita mistik di balik rambut plontos yang saya miliki. Saya pasti akan memiliki prestasi akademis yang bagus kalau berpotongan rambut plontos.
Ini terbukti waktu kelas 1 SMU. Waktu itu saya ikut Paskibra sekolah. Mau tidak mau, sebagai anggota baru saya harus berpotongan rambut hingga tak bisa disisir. Ketika kelas 2, saya mulai memanjangkan rambut (wajar dong, namanya juga dah jadi senior, hehehehe...).
Nah, mulai deh, yang biasanya waktu kelas 1 nilai rata-rata rapor saya bagus, akhirnya mulai menurun. Nah, waktu kelas 3, saya kembali ke rambut plontos yang akhirnya membawa saya jadi peringkat 1 di kelas (yang gak pernah saya peroleh waktu SD sampai SMP!!).Demikian juga waktu kuliah semester I.
Dengan rambut plontos khas anak baru diplonco, IP saya 3,42. Kemudian terus merosot karena mulai bergaya rambut panjang lagi. Sampai akhirnya kuliah terhambat di skripsi. Bayangkan, untuk menyelesaikan skripsi, saya harus kembali ke model rambut plontos!!!
Nah, kalo sekarang rambutnya plontos, siapa tau aja jadi lebih dimudahkan kalo mikir. Bukan apa-apa, kerja di akuntansi (apalagi di Perusahaan ini) emang perlu sering-sering muter otak...
Rabu, 13 Februari 2008
Bahasa dan Lagu Manado
Siapa bilang
Pelaut Mata keranjang
Kapal ba stom
Lapas tali lapas cinta
Itulah sepenggal lagu BALADA PELAUT. Lagu daerah Manado yang rasanya sangat familiar bagi semua orang. Ketika memperoleh penempatan kerja di PLN Wilayah Suluttenggo yang menaungi tiga provinsi yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo ada satu hal yang mengganjal di hati. Kendala bahasa. Saya merasa akan kesulitan menyesuaikan dengan kebudayaan baru.
Hal ini pernah saya alami ketika pindah dari Bekasi ke Pontianak. Perlu lebih dari 1 tahun bagi saya untuk menyesuaikan lidah Betawi saya dengan lidah Melayu orang Pontianak.Ternyata kekhawatiran tadi tidak terbukti. Hanya perlu 3 bulan bagi saya untuk berani cas cis cus dalam bahasa dan logat Manado.
Sedikit banyak, hal ini dibantu dari seringnya saya mendengar lagu-lagu Manado yang sering diputar supir bus Jawa Indah saat menuju Manado atau kembali ke Tolitoli. Keseringan pergi ke Manado, akhirnya saya makin bersahabat dengan lagu-lagu daerah tersebut. Dari situ, kosakata saya semakin bertambah. Apalagi pergaulan saya memang sering menggunakan bahasa Manado. Saking seringnya berbahasa Manado, kadang saya jadi canggung ketika harus berbahasa Indonesia.
Bahkan, percakapan di rumah dengan istri pun kadang-kadang menggunakan bahasa Manado.Hmmm... saya nggak tau nih apa yang bikin bahasa dan lagu Manado begitu mudah saya terima.
Pelaut Mata keranjang
Kapal ba stom
Lapas tali lapas cinta
Itulah sepenggal lagu BALADA PELAUT. Lagu daerah Manado yang rasanya sangat familiar bagi semua orang. Ketika memperoleh penempatan kerja di PLN Wilayah Suluttenggo yang menaungi tiga provinsi yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo ada satu hal yang mengganjal di hati. Kendala bahasa. Saya merasa akan kesulitan menyesuaikan dengan kebudayaan baru.
Hal ini pernah saya alami ketika pindah dari Bekasi ke Pontianak. Perlu lebih dari 1 tahun bagi saya untuk menyesuaikan lidah Betawi saya dengan lidah Melayu orang Pontianak.Ternyata kekhawatiran tadi tidak terbukti. Hanya perlu 3 bulan bagi saya untuk berani cas cis cus dalam bahasa dan logat Manado.
Sedikit banyak, hal ini dibantu dari seringnya saya mendengar lagu-lagu Manado yang sering diputar supir bus Jawa Indah saat menuju Manado atau kembali ke Tolitoli. Keseringan pergi ke Manado, akhirnya saya makin bersahabat dengan lagu-lagu daerah tersebut. Dari situ, kosakata saya semakin bertambah. Apalagi pergaulan saya memang sering menggunakan bahasa Manado. Saking seringnya berbahasa Manado, kadang saya jadi canggung ketika harus berbahasa Indonesia.
Bahkan, percakapan di rumah dengan istri pun kadang-kadang menggunakan bahasa Manado.Hmmm... saya nggak tau nih apa yang bikin bahasa dan lagu Manado begitu mudah saya terima.
Keluarga Perantau
Apa persamaan saya dan ayah saya? Kami sama-sama perantau!
Ya, ayah saya meninggalkan kampung halamannya di Kuningan (Jawa Barat, pen) untuk merantau ke daerah lain. Sebenarnya, di keluarga bukan hanya ayah saya saja yang merantau. Semua saudara-saudara ayah saya juga berdagang di perantauan. Bedanya, hanya ayah saya saja yang tidak berdagang.Perantauan si ayah dimulai di Jakarta, Bandung, Padang hingga ke Pontianak. Saya lahir di Padang. Kemudian menyelesaikan Perguruan Tinggi saya di Pontianak. Sekarang, saya mencari rezeki di Tolitoli, Sulawesii Tengah. Belum lagi anak pertama saya, Shafiyyah, juga lahir di Tolitoli.Jadi, sudah empat dari lima pulau besar di Indonesia telah saya singgahi. Tinggal Papua saja yang belum saya jalajahi. Mungkin tinggal tunggu waktu saja. Jadi, kalau ditawarin pindah ke Papua? Siapa takut!!!
Ya, ayah saya meninggalkan kampung halamannya di Kuningan (Jawa Barat, pen) untuk merantau ke daerah lain. Sebenarnya, di keluarga bukan hanya ayah saya saja yang merantau. Semua saudara-saudara ayah saya juga berdagang di perantauan. Bedanya, hanya ayah saya saja yang tidak berdagang.Perantauan si ayah dimulai di Jakarta, Bandung, Padang hingga ke Pontianak. Saya lahir di Padang. Kemudian menyelesaikan Perguruan Tinggi saya di Pontianak. Sekarang, saya mencari rezeki di Tolitoli, Sulawesii Tengah. Belum lagi anak pertama saya, Shafiyyah, juga lahir di Tolitoli.Jadi, sudah empat dari lima pulau besar di Indonesia telah saya singgahi. Tinggal Papua saja yang belum saya jalajahi. Mungkin tinggal tunggu waktu saja. Jadi, kalau ditawarin pindah ke Papua? Siapa takut!!!
Listrik di Buol
Menggeliat... itu kesan pertama saya saat ditugaskan BKO di Ranting Leok yang melistriki seluruh Kabupaten Buol dan sebagian Kabupaten Tolitoli. Ya, sebagai kabupaten yang belum lama terbentuk, perekonomian Kabupaten Buol memang tengah menggeliat.
Hal ini terutama didukung oleh keberanian Pemda Buol untuk membangun PLTD sendiri hingga sistem dalam Kota Buol (bukan seluruh kabupaten) bisa terlistriki selama 20 jam. Sebelumnya Ranting Leok hanya beroperasi selama 12 jam. Beroperasinya PLTD Pemda Buol selama 8 jam pada siang hari harus diakui memberi dampak positif bagi perkembangan perekonomian di daerah tersebut (terutama di dalam kota)
Namun hal itu membuat miris di sisi lainnya. Pemda Buol harus menganggarkan sekurang-kurangnya 4 Miliar Rupiah hanya untuk membeli Solar dan memastikan PLTD Pemda Buol tetap beroperasi. Sebagai kompensasi beroperasinya PLTD Pemda Buol, PLN hanya membayar 400 juta rupiah saja tiap tahunnya!!!Praktis, Pemda Buol harus membuang uang 3,6 Miliar Rupiah hanya untuk dibakar menjadi listrik. Setelah satu tahun, Anggaran Pemda Buol mulai keteteran. Mungkin mereka juga berfikir, uang 3,6 M akan sangat berharga bila dialokasikan di sektor pendidikan dan atau kesehatan.
Itulah sebabnya mereka mulai melakukan lobi-lobi di tingkat pusat (Presiden dan DPR RI), berupaya agar PLTD Pemda Buol dapat dihibahkan ke PLN dan setelah itu meminta agar seluruh Kabupaten Buol dapat beroperasi selama 24 jam!!!
Wow, sebuah permintaan yang menurut saya sangat berani. Di tengah upaya PLN menggalakkan penggunaan pembangkit dengan energi terbarukan, permintaan Pemda Buol saya nilai sangat berani. Saya sendiri tidak yakin apakah permintaan itu akan disetujui pemerintah pusat (sebagai pemegang saham PLN).
Bayangkan, berapa kerugian yang akan ditanggung PLN jika permintaan tersebut direalisasi. Bagi saya, hibah dan operasi 24 jam bukan masalah, kalau harga jual listriknya pun menggunakan tarif regional. Tapi apa iya masyarakatnya mau?
Hal ini terutama didukung oleh keberanian Pemda Buol untuk membangun PLTD sendiri hingga sistem dalam Kota Buol (bukan seluruh kabupaten) bisa terlistriki selama 20 jam. Sebelumnya Ranting Leok hanya beroperasi selama 12 jam. Beroperasinya PLTD Pemda Buol selama 8 jam pada siang hari harus diakui memberi dampak positif bagi perkembangan perekonomian di daerah tersebut (terutama di dalam kota)
Namun hal itu membuat miris di sisi lainnya. Pemda Buol harus menganggarkan sekurang-kurangnya 4 Miliar Rupiah hanya untuk membeli Solar dan memastikan PLTD Pemda Buol tetap beroperasi. Sebagai kompensasi beroperasinya PLTD Pemda Buol, PLN hanya membayar 400 juta rupiah saja tiap tahunnya!!!Praktis, Pemda Buol harus membuang uang 3,6 Miliar Rupiah hanya untuk dibakar menjadi listrik. Setelah satu tahun, Anggaran Pemda Buol mulai keteteran. Mungkin mereka juga berfikir, uang 3,6 M akan sangat berharga bila dialokasikan di sektor pendidikan dan atau kesehatan.
Itulah sebabnya mereka mulai melakukan lobi-lobi di tingkat pusat (Presiden dan DPR RI), berupaya agar PLTD Pemda Buol dapat dihibahkan ke PLN dan setelah itu meminta agar seluruh Kabupaten Buol dapat beroperasi selama 24 jam!!!
Wow, sebuah permintaan yang menurut saya sangat berani. Di tengah upaya PLN menggalakkan penggunaan pembangkit dengan energi terbarukan, permintaan Pemda Buol saya nilai sangat berani. Saya sendiri tidak yakin apakah permintaan itu akan disetujui pemerintah pusat (sebagai pemegang saham PLN).
Bayangkan, berapa kerugian yang akan ditanggung PLN jika permintaan tersebut direalisasi. Bagi saya, hibah dan operasi 24 jam bukan masalah, kalau harga jual listriknya pun menggunakan tarif regional. Tapi apa iya masyarakatnya mau?
Tidur Gaya Baru
Menginjak usia 4,5 bulan, banyak hal baru dari anak saya Shafiyyah Azzahra. Kalau dulu dia baru bisa tidur kalo digendong, sekarang dia baru bisa tidur kalo posisinya tengkurep. Apalagi kalo sambil minum susu botol.
Hmmm.... seperti serasa di surga dan pasti langsung terlelap. Ditambah ocehan seperti menggumam sambil memainkan tangannya yang imut, sudah jadi ciri khasnya yang baru saat hendak tidur.©©Satu hal yang saya suka dari si kecil ini, setiap dia bangun trus ngebuka mata, dia pasti bakalan tersenyum sama orang yang pertama kali dia lihat. Jadi makin gemes nih....
Hmmm.... seperti serasa di surga dan pasti langsung terlelap. Ditambah ocehan seperti menggumam sambil memainkan tangannya yang imut, sudah jadi ciri khasnya yang baru saat hendak tidur.©©Satu hal yang saya suka dari si kecil ini, setiap dia bangun trus ngebuka mata, dia pasti bakalan tersenyum sama orang yang pertama kali dia lihat. Jadi makin gemes nih....
Langganan:
Postingan (Atom)